Sabtu, 26 Maret 2011

Gerakan Pemujaan Gus Dur…


Diposting pada Ahad 27/3/2011
Terus terang, akhir-akhir ini rasanya sumpek melihat berita-berita TV. Isinya didominasi pemujaan-pemujaan terhadap Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Banyak suara-suara yang mengusulkan agar Gus Dur diangkat sebagai pahlawan nasional. Termasuk gerakan di DPR, facebook, dan sebagainya. Sementara pernyataan dari tokoh-tokoh Islam, seperti MUI, PP Muhammadiyyah, dan sebagainya “setali tiga uang”. Semua mengarah kepada upaya memuja Gus Dur. (Atau mungkin mereka ingin menempatkan Gus Dur sebagai “nabi jaman modern”? Entahlah).
Jujur saja, sikap-sikap seperti inilah yang selama puluhan tahun telah mematikan cahaya kebenaran. Ummat Islam tidak diajari bersikap tegas, jelas, dan lurus. Para elit agamawan, tokoh sosial, dan politik berlomba-lomba mencari muka, dengan resiko mengundang kemurkaan Allah Al Aziz. Na’udzubillah min dzalik.
Bayangkan, saat tahun 2001 lalu, ketika Gus Dur menjadi Presiden RI, mayoritas kekuatan politik di Indonesia menyerang dirinya dari berbagai sisi. Segala macam dalil-dalil untuk menjatuhkan Gus Dur, dikeluarkan semua. Termasuk foto Gus Dur memangku Ariyanti Sitepu, VCD Gus Dur dibaiat di gereja, dokumen keterlibatan Gus Dur dalam partai Ba’ats Irak, dan sebagainya. Tetapi lihatlah saat ini, setelah Gus Dur meninggal, semua orang berusaha memuja-muja Gus Dur. Seolah dia adalah ‘Tuhan’ yang berhak diagung-agungkan.
Ummat Islam mundur terus-menerus karena sejak lama ditipu terus oleh elit-elitnya. Mereka tidak diajari sikap yang benar, konsisten, tegas, dan pemberani. Semua elit rata-rata mencari muka, dengan alasan “sikap diplomatis”. Ya, ada kalanya “sikap diplomatis” bisa dipakai. Tetapi tidak dalam segala persoalan harus memakai “sikap diplomatis”. Dalam urusan akidah yang membahayakan Ummat, seperti dalam soal film “Kiamat 2012” lalu itu, kita harus bersikap tegas.
Baiklah, mari kita bahas kembali tentang Gus Dur. Siapakah Gus Dur ini? Siapakah dia, bagaimanakah ideologinya? Bagaimana perjuangannya?
Dari sekian banyak proses pembacaan dan analisis terhadap kiprah Gus Dur sejak dia memimpin PBNU, saya dapat menyimpulkan, bahwa: “Mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un ketika Gus Dur meninggal, adalah kesalahan. Kematian Gus Dur bukanlah musibah, tetapi bagian dari pertolongan Allah Al Aziz kepada kaum Muslimin di Indonesia.”
Ketika bicara tentang Gus Dur, maka kita harus berbicara tentang YAHUDI. Nah, inilah asas segala pembicaraan tentang Gus Dur. Siapapun yang berbicara tentang Gus Dur tanpa menyinggung gerakan Yahudi internasional, dia salah!!!
Coba kita runut masalah ini secara jernih, bi idznillah:
[01] Setiap hari kita membaca Surat Al Fatihah dalam Shalat. Disana ada doa, agar kita diberi petunjuk oleh Allah, yaitu mengikuti Shiratal Mustaqim. Shirat Al Mustaqim ini bukan jalan “al maghdhub ‘alaihim” (jalan orang yang dimurkai oleh Allah). Nabi Saw menjelaskan, bahwa kaum yang dimurkai itu adalah kaum Yahudi. Maka ketika kita bicara tentang Yahudi, otomatis kita bicara tentang suatu kaum yang dimurkai Allah Al Aziz. Ini bukan perkara sepele, tetapi amat sangat serius.
[02] Yahudi (Bani Israil) mengalami pasang-surut gerakan selama ribuan tahun. Awal gerakan mereka adalah di masa Nabi Ya’qub As dan anak keturunannya yang diberi tempat oleh raja Mesir di Kan’an. Di kalangan Bani Israil ada yang shalih-shalih, tetapi lebih banyak yang durhaka. Para Nabi-nabi, seperti Ya’qub, Yusuf, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, Isa, dan lain-lain ‘alaihimussalam, mereka termasuk bagian Bani Israil yang shalih-shalih.
[03] Di jaman modern, atau setidaknya setelah Eropa mengalami Renaissance, Yahudi mengalami transformasi gerakan keagamaan baru. Gerakannya berbeda dengan risalah Nabi-nabi dari kalangan Bani Israil. Gerakan mereka justru menginduk kepada inspirasi Samiri yang pernah membuat patung Al Baqarah (sapi betina) untuk pemujaan. Mereka mengambil ide-ide kemusyrikan dari bangsa Mesir, di jaman Fir’aun. Hampir semua simbol-simbol keagamaan yang dipakai Yahudi modern, itu digali dari peradaban kemusyrikan Mesir. Jadi, Yahudi modern bukanlah pengikut Musa, Dawud, atau Sulaiman, tetapi mengikuti Samiri yang membuat patung sapi betina untuk pemujaan. Hal itu dikuatkan dengan doktrin Talmud yang mengagung-agungkan etnis mereka, dan melecehkan Tuhan (Allah Ta’ala). Yahudi yang berpegang kepada Talmud bukanlah bagian dari Ahli Kitab, tetapi mereka adalah orang-orang musyrik yang mengikuti jalan Samiri.
[04] Secara umum, Yahudi modern terdiri dari dua komunitas besar, yaitu: Yahudi asli (original Jewish) dan Yahudi warna-warni (colored Jewish). Yahudi asli maksudnya, orang-orang yang mewarisi darah Yahudi. Darah Yahudi ditentukan oleh silsilah keturunan dari jalur ibu. Inilah manusia yang benar-benar disebut Yahudi. Dan harus dicatat, kaum Yahudi ini amat sangat ketat dalam menjaga kemurnian etnis mereka. Mereka tidak tertarik melakukan asimilasi seluas-luasnya, sebab mereka merasa sebagai “etnis terbaik di dunia”, sementara etnis lain dianggap “budak” yang bebas dieksplotasi tanpa batas. Lalu yang disebut Yahudi warna-warni adalah siapa saja dari etnis apapun selain Yahudi yang bekerja mensukseskan misi Yahudi internasional. Mereka ini bisa disebut “budak-budak” Yahudi asli. Mereka bisa orang Jawa, bisa orang pesantren, bisa bergelar kyai haji, bisa asal Jombang, dan sebagainya. Mereka itu jelas-jelas tidak berdarah Yahudi, karena ibunya bukan Yahudi, tetapi mau suka-rela berjihad membela missi Yahudi internasional.
[05] Yahudi warna-warni itu biasanya tergabung dalam organisasi-organisasi mantel pendukung Zionisme internasional. Selama ini, mereka kita kenal sebagai “Freemasonry”. Tetapi menurut ahlinya, organisasi mantel itu bisa macam-macam. Freemasonry hanya satu bentuk saja. Rizki Ridyasmara menyebut mereka sebagai kelompok Luciferian, karena mereka mengabdi kepada “tuhan” yang bernama Lucifer yang disimbolkan dalam bentuk bintang, di dalamnya ada bentuk kepala kambing bertanduk dua. Bisa dikatakan, Lucifer adalah simbolisasi Iblis itu sendiri. Kaum Freemasonry ini bisa berasal dari berbagai etnis, dari berbagai negara, dari berbagai status, ikatan keagamaan, organisasi, dan sebagainya. Tapi mereka satu kata dalam simbol keagamaan, ideologi, dan missi memperjuangkan kepentingan Yahudi nternasional.
[06] Pertanyaannya, mengapa Yahudi asli harus membentuk organisasi mantel yang bermacam-macam? Atau mengapa Yahudi asli harus meminta bantuan “Yahudi abang ijo”? Jawabnya: Yahudi membutuhkan penetrasi ke berbagai negara/etnis di dunia, untuk mendukung missi mereka. Sedangkan cara terbaik penetrasi ialah dengan memakai tangan orang-orang dari negara/etnis masing-masing. Misalnya, Yahudi mengambil seorang kyai haji sebagai agen mereka. Maka diharapkan, semua jamaah kyai haji itu akan mudah dikendalikan untuk mendukung missi Yahudi. Kemudian, Yahudi sendiri merasa dirinya terlalu suci untuk berhubungan dengan manusia-manusia lain. Mereka tidak mau “kotor tangan”, maka dipakailah agen-agen dari setiap negara untuk menggarap negara masing-masing. Soal biaya, mereka bersedia memberikan dukungan penuh.
[07] Perlu dicatat, bahwa siapapun yang terlibat dalam gerakan mantel Yahudi seperti Freemasonry, mereka bukan orang Muslim. Mereka itu kafir. Tidak diragukan lagi. Mengapa? Sebab mereka berani mengkhianati agamanya sendiri dalam rangka mensukseskan missi Yahudi. Kemudian, mereka tidak meyakini lagi bahwa Islam adalah agama yang paling benar. Ideologi mereka diganti dengan humanisme, pluralisme, dan demokratisme. Kemudian, mereka selama hidupnya selalu memusuhi missi perjuangan Islam. Dan mereka ridha dengan ritual-ritual kekufuran yang berlaku di organisasi seperti Freemasonry itu.
[08] Untuk mengenali apakah seseorang terlibat Freemasonry atau tidak, sungguh tidak mudah. Mungkin hanya kerja intelijen negara yang bisa menyingkap hal itu. Tetapi seorang anggota Freemasonry bisa dikenali tanda-tandanya, misalnya: (1) Mereka bukan Yahudi asli, ibunya bukan berdarah Yahudi; (2) Selama hidupnya dia mengagung-agungkan slogan humanisme, pluralisme, dan demokrasi; (3) Dia sangat memusuhi misi perjuangan Islam, dan membenturkan misi tersebut dengan seruan Sekularisme atau Nasionalisme; (4) Dia memiliki sumbangan, sedikit atau banyak, bagi kemajuan Yahudi internasional; (5) Dia mendapat penghargaan resmi dari organisasi Yahudi internasional.
[09] Adalah sulit untuk memastikan bahwa Gus Dur adalah seorang Freemason, sebab kita tidak memiliki bukti validnya. Bisa jadi kalangan Muslim lain memiliki data tersebut, sehingga ia bisa dibuka. Namun untuk menyimpulkan, bahwa Gus Dur adalah seorang penyokong gerakan Yahudi internasional sangatlah mudah. Banyak tanda-tandanya. Misalnya, dia pernah terlibat mendirikan Shimon Perez Institute; dia pernah pergi ke Israel; dia pernah mendapat medali dari organisasi Yahudi karena keberaniannya membela kepentingan Yahudi di Indonesia; ketika menjadi Presiden RI, dia pernah hendak membuka hubungan dagang dengan Israel; Gus Dur secara formal pernah membela Yahudi di depan media massa. Dia mengatakan, “Yahudi itu orang beragama, bukan atheis. Kalau dengan Soviet yang komunis saja Indonesia mau menjalin hubungan, mengapa tidak dengan Israel?” Begitu kira-kira alasan dia ketika itu. Sangat jelas sekali bahwa Gus Dur adalah seorang Zionis (pembela Israel) dari kalangan bangsa Indonesia.
[10] Fakta kecil yang perlu disinggung, yakni kedekatan Gus Dur dengan Ahmad Dhani, dari band Dewa. Semua orang sudah tahu, bagaimana sikap Dhani kepada Gus Dur. Dhani sangat memuja-muja Gus Dur. Pendek kata, Gus Dur mau berbicara apapun, Dhani dijamin akan mendukung. Sementara Dhani ini sangat layak dicurigai sebagai bagian dari Freemasonry di Indonesia. Ada yang pernah membahas simbol-simbol yang dipakai Dhani dalam cover album-albumnya. Dhani pernah menginjak-injak kaligrafi Allah yang telah disamarkan, di atas panggung band. Kemunculan abum “Laskar Cinta” ditujukan sebagai anti-tessa “Laskar Jihad” (segala upaya Jihad untuk membela Islam). Dalam salah satu lagu hits-nya, Dhani melantunkan lirik yang kurang lebih isinya sebagai berikut, “Tak ada yang lain, selain diri-Mu yang selalu kupujaaa… Dengan mata-Mu aku melihat, dengan lidah-Mu aku bicara.” Di mata kita, mungkin lagu ini dianggap bentuk pujian kepada Allah. Maka ia dianggap sebagai lagu “pop religi” Dhani dan bandnya. Padahal bisa jadi, yang dimaksud diri-Mu, memuja-Mu, mata-Mu, lidah-Mu itu adalah Lucifer, dewa pujaan kaum Freemasonry. Sebab disana tidak ada disebutkan kata “Allah” sedikit pun. Malah kaligrafi Allah diinjak-injak oleh Dhani dan kawan-kawan. Ada sebuah informasi menarik, ketika Kraton Solo tiba-tiba menganugerahi Dhani dengan gelar “Raden”. Tidak ada angina, tidak ada hujan, tiba-tiba Dhani dianugerahi gelar itu. Dhani sendiri merasa heran dengan gelar itu, sebab dia bukan orang Jawa. Ini sangat janggal. Ada apa ini, tiba-tiba dia di-raden-kan oleh Kraton Solo? Hal lain yang tak kalah menarik, kasus Dhani dengan Mulan Jamila. Hampir tidak ada satu pun media infotainment yang menghujat sikap Dhani yang mengkhianati isterinya itu. Padahal ketika kasus yang sama menimpa pasangan artis-artis lain, media infotanment getol memberitakan hal itu. Saya juga masih ingat, betapa Dhani sangat ngefans dengan Manchester United yang dikenal dengan julukan “Setan Merah”. Ketika MU akan bertanding dengan FC Barcelona dalam Piala Champions, Dhani secara emosional mendukung MU. Malah ketika MU datang ke Malaysia, Dhani mengajak anak-anaknya datang kesana. Banyak sisi-sisi menarik seputar kiprah Dhani “Dewa” yang mencerminkan kedekatan manusia itu dengan gerakan Freemasonry.
[11] Patut diingat dengan jelas, bagaimana peranan media massa, terutama media TV dalam memuja-muja Gus Dur. Selama ini saya cukup bersimpati kepada MetroTV, sering mengakses TVOne, dan berita-berita lain. Tetapi dengan gerakan pemujaan Gus Dur, ini tampak nyata bahwa media-media itu seperti berlomba mencari keridhaan Yahudi internasional. Caranya, dengan memuja-muja Gus Dur. Sejujurnya, sejak dulu Gus Dur itu tidak ada apa-apanya. Dia menjadi besar bukan karena dirinya, tetapi karena REKAYASA MEDIA. Media yang membuat Gus Dur besar, dan media pula yang membuat tokoh-tokoh lain kecil. Bayangkan, media massa tidak pernah peduli ketika Ketua PP Persatuan Islam, KH. Shiddiq Amin wafat. Begitu pula, ketika KH. Husein Umar wafat. Media tidak mau memberitakan, atau menghargainya secara layak. Tetapi ketika ada seorang icon Yahudi di Indonesia mati, mereka berlomba-lomba melakukan “ritual pemujaan”. Sangat menyedihkan! Kalau akhirnya nanti Gus Dur benar-benar ditasbihkan sebagai “pahlawan nasional”, sungguh kita patut memboikot semua media-media sekuler itu. Jangan lagi merasa memiliki media, selain media yang kita buat sendiri.
[12] Orang-orang yang mengklaim dirinya pro pluralisme, pro demokrasi, pro humanisme, lalu memuja-muja Gus Dur sebagai manusia yang berjasa besar dalam ketiga isu tersebut. Pada dasarnya, mereka adalah orang-orang BODOH yang tidak mengerti ujung dari gerakan pluralisme, humanisme, dan demokrasi itu sendiri. Pluralisme adalah ideologi untuk mematikan keimanan kepada agama-agama (bukan hanya Islam). Seorang pluralis sejati tidak memiliki keyakinan yang kuat kepada suatu agama, selain agama pluralisme itu sendiri. Orang-orang yang berakidah humanisme, mereka mempertuhankan “kepentingan manusia”, sehingga manusia dianggap bebas merdeka, termasuk bebas dari aturan agama. Manusia yang berakidah demokrasi, mereka meyakini bahwa “suara rakyat suara Tuhan”. Artinya, cukuplah kesepakatan rakyat untuk menggantikan peranan aturan Tuhan. Ketiga prinsip (pluralisme, humanisme, demokrasi) ini adalah hakikat atheisme, sebagaimana prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Freemasonry kepada para pengikutnya.
[13] Semua orang yang memuja-muja Gus Dur, pada dasarnya tidak keluar dari 3 kemungkinan: Pertama, mereka orang bodoh yang tidak tahu informasi dan sempit wawasan. Mereka orang-orang fanatik yang tidak bisa membedakan hitam dan putih; Kedua, mereka orang oportunis yang merasa perlu mencari keridhaan umat manusia (khususnya investor Yahudi) agar mendapat keuntungan-keuntungan duniawi; Ketiga, mereka satu barisan dengan Gus Dur dalam rangka memadamkan cahaya agama Allah dan membesarkan missi Yahudi laknatullah ‘alaihim. Hanya ini kemungkinannya.
[14] Betapa banyak manusia takut kepada Gus Dur, selama hidupnya. Mereka tidak berani mengkritik Gus Dur, tidak berani berbeda pendapat, tidak berani membantah, tidak berani menentang pendapat-pendapatnya yang keliru. Termasuk, ketika Gus Dur mengatakan, bahwa Al Qur’an adalah kitab suci yang paling porno. Mereka tetap tidak berani mengingatkan Gus Dur. Mereka sangat takut kepada Gus Dur, karena takut kuwalat, takut celaka, takut mengalami kemalangan. Lihatlah, betapa banyak manusia sudah mempertuhankan Gus Dur. Kepada Allah mereka tidak takut, tetapi kepada Gus Dur begitu ketakutan. Realitas seperti itu adalah kemusyrikan dalam bentuk baru.
[15] Terakhir, betapa hinanya manusia yang mau membela, membantu, mendukung, menyokong, mempermudah gerakan Yahudi internasional. Padahal mereka semula adalah Muslim, orang Indonesia, orang pesantren, dan sebagainya. Sayang sekali, mereka mendukung Yahudi internasional yang terkenal dengan misi-misi kejahatan mereka untuk memperbudak seluruh manusia di dunia. Mereka mendukung gerakan yang tujuan akhirnya menjadikan semua manusia bersimpuh di telapak kaki Yahudi. Bahkan sangat disayangkan sekali, mereka lahir dari rahim wanita-wanita non Yahudi. Mengapa? Sebab selama mereka tidak memiliki darah Yahudi, statusnya tetap sebagai “budak”. Sangat menyedihkan, mereka bersusah-payah mendukung misi kerusakan di muka bumi.
Sulit bagi saya untuk memastikan, apakah Gus Dur seorang Freemason atau bukan? Tetapi setidaknya kita mendapat banyak bukti, bahwa dia adalah tokoh yang selama hidupnya banyak menolong missi-missi Yahudi internasional. Dalam Surat Al Maa’idah dikatakan, “Wan man yatawallahum, fainnahu minhum” [siapa yang loyal kepada mereka (Yahudi atau Nashrani), sesungguhnya dia bagian dari mereka].
Sekali lagi ditegaskan disini, Gus Dur bukan saja tidak pantas dianggap sebagai “pahlawan nasional”. Bahkan mengucapkan “innalillah wa inna ilaihi raji’un” saat dia mati, adalah sebuah kesalahan.
Saudaraku, Anda jangan takut kepada siapapun dalam rangka mentaati Allah dan Rasul-Nya. Sekaligus Anda jangan berani memuja-muja manusia yang tidak pantas dipuji, sehingga perbuatan Anda itu akan mengundang kemurkaan Allah Ta’ala. Jadilah Muslim sejati yang bicara apa adanya; katakan benar jika benar, katakan salah jika salah. Demi Allah, orang-orang oportunis dimanapun tidak akan beruntung. Mereka takut dimusuhi manusia, tetapi tidak takut dimusuhi Allah Ta’ala.
Perhatikan nasib orang-orang yang saat ini berlomba-lomba memuja Gus Dur, kemudian mereka tidak bertaubat dari kesalahan-kesalahannya. Lihatlah apa yang nanti akan menimpa mereka! Mari kita sama-sama menyaksikan!
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, wallahu Akbar, wallahu Akbar, wallahu Akbar walillahil hamdu.

Senin, 28 Februari 2011

Perbedaan Ahli Tauhid Dengan Musyrik (1)


Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya serta umatnya yang senantiasa berpegang teguh dengan sunnahnya dan meniti jalan hidupnya hingga hari yang dijanjikan.
Allah telah menurunkan beberapa kitab, mengutus beberapa rasul, dan telah menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Dia pula yang telah menciptakan kita dan menciptakan segala sesuatu supaya Dia saja yang diibadahi dan ditaati dan dikufuri segala yang disembah selain-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56) maknanya agar mereka mentauhidkan-Ku (Allah).
Perintah Allah yang teragung adalah tauhid, yaitu beribadah hanya kepada Allah semata, Dzat yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah Ta'ala berfirman,
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf: 40)
Sebaliknya, larangan yang paling besar atas kita adalah syirik (mengangkat sekutu bagi Allah) dalam ibadah kepada-Nya. Dia berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." (QS. An-Nisa': 36)
Mentauhidkan Allah dengan beribadah kepada-Nya semata, Dzat yang tidak memiliki sekutu. Tauhid ini juga menuntut untuk mentauhidkan-Nya dalam nama dan sifat-Nya. Yaitu dengan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah yang telah Dia tetapkan sendiri untuk diri-Nya dan yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya, tanpa tahrif dan ta'thil, tanpa takyif, tamtsil dan, tasybih. Juga menuntut untuk berwala' (loyal) kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin dan bara' (berlepas diri) dari musuh-musuh Allah dan agama-Nya. Inilah perbedaan antara ahli tauhid dan ahli syirik.
Seseorang bisa menjadi muslim yang lurus dan bertauhid jika meninggalkan syirik dengan sengaja dan sadar, dan mentauhidkan-Nya dengan hanya melakukan ibadah hanya kepada-Nya.
Apa itu ibadah?
Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup apa saja yang dicintai dan diridlai Allah, berupa perkataan atau perbuatan yang dzahir maupun yang batin. Seperti shalat, zakat, shaum, haji, jihad, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, cinta dan loyal kepada kaum mukminin, berlepas diri dan benci terhadap orang kafir, doa, rasa takut, cinta, harapan, bertawakkal, khusyu', taubat, isti'anah, istighatsah, berkorban, bernadzar, dan bentuk ibadah lainnya. Tidak boleh ada tujuan hidup selain ridla Allah, mengharap pahala dari-Nya, dan usaha tersebut harus ittiba' (mengikuti) sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup apa saja yang dicintai dan diridlai Allah, berupa perkataan atau perbuatan yang dzahir maupun yang batin.
Berarti setiap yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya adalah sesuatu yang dicintai dan diridlai Allah. Sebaliknya setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya berarti tidak dicintai dan diridlai Allah.
Allah berfirman,
وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu." (QS. Az-Zumar: 7)
Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi kalian dan murka pada kalian jika melakukan tiga hal. Allah ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika kalian sibuk dengan desa-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta.”(HR. Muslim)
Berarti setiap yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya adalah sesuatu yang dicintai dan diridlai Allah.
Sebaliknya setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya berarti tidak dicintai dan diridlai Allah.
Ibnu Taimiyah berkata, "agama Islam dibangun di atas dua landasan utama, pertama, Hanya Allah saja yang diibadahi dan tidak disekutukan dengan apapun. Kedua, beribadah kepada Allah dengan syariat yang ditetapkan-Nya melalui lisan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dua hal ini adalah hakikat ucapan kita, Asyhadu anlaa Ilaaha Illallaah wa Asyhadu Anna Muhammadan 'Abduhu wa Rasuuluh (Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya)."
Agama Islam dibangun di atas dua landasan utama, pertama, Hanya Allah saja yang diibadahi dan tidak disekutukan dengan apapun. Kedua, beribadah kepada Allah dengan syariat yang ditetapkan-Nya melalui lisan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Al-Ilah adalah yang dipertuhankan oleh hati dengan ibadah, isti'anah, cinta, mengagungkan, takut, berharap, membesarkan dan memuliakan. Allah 'azza wa jalla memiliki hak yang tak seorangpun berserikat di dalamnya. Maka tidak boleh beribadah dan berdoa kecuali kepada Allah, dan tidak boleh ada yang ditakuti dan ditaati selain-Nya.
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanyalah orang yang menyampaikan perintah, larangan, yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah. Berarti perkara halal adalah apa yang dihalalkannya dan perkara haram adalah yang diharamkannya sedangkan agama adalah apa yang diajarkannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya sebagai perantara antara Allah dan hamba-Nya dalam menyampaikan perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, yang dihalalkan dan diharamkan-Nya, dan seluruh kalam Allah yang disampaikannya." (Majmu' Fatawa: 1/126)
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanyalah orang yang menyampaikan perintah, larangan, yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.
Tauhid berkisar pada satu ayat yang menjadi inti dari surat Al Fatihah, yaitu Iyyaaka Na'budu wa Iyyaaka Nasta'iin "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fatihah: 7) agama Allah, semuanya, terkait dengan ayat ini.
Iyyaka Na'budu, tujuan seseorang dalam berbuat adalah taat kepada Allah 'azza wa jalla dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Iyyaka Nasta'in, agar tidak meminta apa yang ia butuhkan kecuali hanya kepada Allah dan tidak memohon bantuan untuk meraihnya kecuali kepada-Nya 'Azza wa Jalla.
Sedangkan syirik menjadikan selain Allah sebagai tujuan dalam berbuat dan mentaati perintah-perintah selain Allah yang bertentangan dengan perintah Allah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya sebagai perantara antara Allah dan hamba-Nya dalam menyampaikan perintah dan larangan-Nya, . . .
Tauhid ibadah harus dengan ilmu
Ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak mungkin teralisasi kecuali dengan ilmu dan ma'rifah. Allah tidak diibadahi kecuali dengan ilmu. Sedangkan syirik menjadi bukti adanya kejahilan terhadap Allah. Maka seorang musyrik tidak mengenal Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Allah berfirman, "artinya: Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." (QS. Muhammad: 19)
Dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas radliyallah 'anhuma berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Mu'ad bin Jabal ketika mengutusnya ke negeri Yaman; "Engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, maka serulah mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, maka beritahukan pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam . . ."
Ibnu Hajar Al 'Asqalani berkata, "dalam riwayat Rauh bin Al Qashim dari Ibnu Abbas radliyallah 'anhuma: yang pertama harus engkau dakwahkan pada mereka adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Jika mereka mengenal Allah . . ."
Dalam riwayat al-Fadhl bin Al 'Ala, dari Ibnu Abbas, agar mereka mentauhidkan Allah. Jika mereka mengetahui hal itu . . ."
Kompromi dari dua riwayat ini, bahwa maksud ibadah kepada Allah adalah mentauhidkan-Nya. Mentauhidkan-Nya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Keduanya menjadi dasar agama ini, maka tidak sah bentuk ibadah dalam Islam tanpa diawali dengan mengikrarkan dua kalimat ini. ( Fathul Baari: 3/418)
Keduanya (Kalimat Syahadat) menjadi dasar agama ini, maka tidak sah bentuk ibadah dalam Islam tanpa diawali dengan mengikrarkan dua kalimat ini.
Al-Qadli 'Iyadl menyatakan, berdasarkan hadits ini menunjukkan bahwa Ahlul Kitab tidak mengenal Allah Ta'ala. Beliau berkata, "tidak mengenal Allah orang yang mendustakan Rasul-Nya."
Ibnul Qayyim berkata, "tidak mungkin melaksanakan ibadah yang menjadi hak Allah atas seluruh hamba kecuali dengan ilmu. Dan tidak akan mendapat ilmu kecuali dengan mencarinya." (Miftah Daar As Sa'adah: 1/87)
Beliau berkata lagi, "Namun urusan ini seperti yang dikatakan Umar bin Al Khathab radliyallah 'anhu: 'sesungguhnya tali Islam lepas sedikit demi sedikit jika hadir di dalam Islam orang yang tidak memahami kejahiliyahan.' Hal ini karena ia tidak mengenal kajahiliyahan dan kesyirikan. Perkara yang dicela Al Qur'an terjadi dilakukannya, diakui, didakwahkan, dibenarkan, dan dianggap kebaikan. Dia tidak tahu bahwa hal itu termasuk kebiasaan jahiliyah atau yang setingkat dengannya, lebih buruk atau di bawahnya sedikit. Lalu ikatan Islam lepas dari hatinya, menganggap yang ma'ruf adalah mungkar, sementara yang mungkar adalah ma'ruf, bid'ah sebagai sunnah, dan sunnah sebagai bid'ah, mengkafirkan seseorang karena berpegang dengan iman dan tauhid, membid'ahkan orang yang konsisten berittiba' kepada Rasulullah dan menjauhi ahlul ahwa' wal bida'." (Madarijus Salikin: 1/ 351)
Ibnul Qayyim mengatakan, "dasar kesyirikan dan kekufuran adalah berkata tentang Allah tanpa ilmu. Orang musyrik mengklaim bahwa orang yang mengambil sesembahan selain Allah akan mendekatkan dirinya kepada Allah dan memberi syafaat di sisi-Nya, Allah akan mengabulkan permintaannya melalui perantara tadi sebagaimana adanya para perantara bagi raja. Setiap musyrik berkata tentang Allah tanpa ilmu, bukan sebaliknya." (Madarijus Salikin: 1/ 378)
Syaikh Abu Bashir Asy Syami berkata, "tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud dengan ilmu adalah yang bisa menambah keimanan dan keyakinan bagi pemiliknya, lalu mendorongnya untuk berbuat dan bergerak guna meninggikan kalimat dien ini."
"tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud dengan ilmu adalah yang bisa menambah keimanan dan keyakinan bagi pemiliknya, lalu mendorongnya untuk berbuat dan bergerak guna meninggikan kalimat dien ini."
Ilmu yang mendorong untuk berloyal karena Allah dan memusuhi karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.
Ilmu yang mendorongnya untuk memerangi musuh-musuh tauhid dan ahlinya, serta membela dan menolong ahli tauhid dan pasukannya.
Ilmu yang menghantarkan kepada pemahaman yang hakiki terhadap makna tauhid dan tuntutannya dan mendorong untuk beramal dan beriltizam (konsisten). Yaitu ilmu yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah, jauh dari teori ahli kalam dan ideologi mereka.
Adapun ilmu yang berhenti pada analisa yang tidak mendasar dalam hati sehingga membentuk keyakinan, tidak mendorong untuk iltizam dan beramal, maka tidak berguna sedikitpun baginya, tidak menambah kecuali dosa.
Adapun ilmu yang berhenti pada analisa yang tidak mendasar dalam hati sehingga membentuk keyakinan, tidak mendorong untuk iltizam dan beramal, maka tidak berguna sedikitpun baginya, tidak menambah kecuali dosa.
Pengetahuan seperti inilah yang dimiliki Iblis la'natullah, para ulama dan rahib ahli kitab. Ilmu mereka tidak memberi manfaat sedikitpun, sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri." Namun mereka tetap tidak mau mengikuti dan tunduk kepada ajaran dan petunjuk syariat, maka tidak memberi manfaat sedikitpun pengatahuan tersebut.
(PurWD/voa-islam.com)
Baca artikel selanjutnya:

Minggu, 27 Februari 2011

Merayakan Maulid Nabi ?apakah itu ibadah...??


Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin rahimahullah –semoga Allah membalas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan- , beliau pernah ditanya tentang hukumnya memperingati maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam?

Maka Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin rahimahullah menjawab:
1.      Malam kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  tidak diketahui secara qath'i (pasti), bahkan   sebagian ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9 (sembilan) Rabi'ul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian maka peringatan maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang biasa diperingati pada malam ke 12 (dua belas) Rabi'ul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.
2.   Di lihat dari sisi syar'i, maka peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam juga tidak ada dasarnya. Jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam disyari'atkan dalam agama kita, maka pastilah acara maulid ini telah di adakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam atau pastilah beliau telah menganjurkan kepada ummatnya. Dan jika sekiranya telah beliau laksanakan atau telah beliau anjurkan kepada ummatnya, niscaya ajarannya tetap terpelihara hingga hari ini, karena Allah ta'ala berfirman :
 “Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al Hijr : 9 .
Dikarenakan acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak terbukti syariatnya hingga sekarang ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari ajaran agama. Dan jika bukan termasuk dari ajaran agama, berarti  kita tidak boleh beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam tersebut.

Allah telah menentukan jalan yang harus ditempuh agar dapat sampai kepada-Nya, yaitu jalan yang telah dilalui oleh  Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka bagaimana mungkin kita sebagai seorang hamba menempuh jalan lain dari jalan Allah, agar kita bisa sampai kepada Allah?. Hal ini jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita telah membuat syari'at baru pada agama-Nya yang tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun termasuk bentuk pendustaan terhadap firman Allah ta'ala :

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridha'i islam itu jadi agama bagimu". Q.S; Al-Maidah : 3.

Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama), niscaya ia telah dirayakan sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meninggal dunia. Dan jika ia bukan bagian dari kesempurnaan dien (agama), maka berarti ia bukan dari ajaran agama, karena Allah ta'ala berfirman: "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu".

Maka barang siapa yang menganggap bahwa ia termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama), berarti ia telah membuat perkara baru dalam agama (bid'ah) sesudah wafatnya  Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan pada perkataannya terkandung pendustaan terhadap ayat Allah yang mulia ini (Q.S; Al-Maidah : 3) .
Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang mengadakan acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam, pada hakekatnya bertujuan untuk memuliakan (mengagungkan) dan mengungkapkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW, serta menumbuhkan ghirah (semangat) dalam beribadah yang di peroleh dari acara peringatan maulid Nabi tersebut. Dan ini semua termasuk dari ibadah. Cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam termasuk ibadah, dimana keimanan seseorang tidaklah sempurna hingga ia mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri, anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia. Demikian pula bahwa memuliakan (mengagungkan) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam termasuk dari ibadah. Dan juga yang termasuk kedalam kategori ibadah adalah menumbuhkan ghirah (semangat) dalam mengamalkan syari'at Nabinya shallallahu alaihi wasallam.
Kesimpulannya adalah bahwa  mengadakan peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta'ala, dan pengagungan terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam termasuk dari ibadah. Jika ia termasuk ibadah maka kita tidak diperbolehkan untuk mengadakan perkara baru pada agama Allah (bid'ah) yang bukan syari'at-Nya. Oleh karena itu peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam termasuk bid'ah dalam agama dan termasuk yang diharamkan.

3. Kemudian kita mendengar informasi bahwasannya pada acara peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam terdapat  kemungkaran-kemungkaran yang besar, yang tidak dibenarkan syar'i, indera maupun akal. Dimana mereka mensenandungkan qashidah yang didalamnya mengandung pengkultusan terhadap Nabi shallallahu alaihi wasallam, hingga terjadi pengagungan yang melebihi pengagungannya kepada Allah ta'ala –kita berlindung kepada Allah dari hal ini-.
Dan juga kita mendengar informasi tentang kebodohan sebagian orang yang mengikuti acara peringatan maulid Nabi tersebut , dimana ketika dibacakan kisah maulid (kelahiran) beliau, lalu ketika sampai pada perkataan (dan lahirlah Musthafa shallallahu alaihi wasallam), maka mereka semua serentak berdiri. Mereka mengatakan bahwa ruh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah datang, maka kami berdiri sebagai penghormatan terhadap kedatangan ruhnya. Dan ini jelas suatu kebodohan.
Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri untuk menghormati kedatangan ruh Nabi shallallahu alaihi wasallam, karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merasa enggan (tidak senang) apabila ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya. Padahal kecintaan dan pengagungan para sahabat terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melebihi  yang lainnya, akan tetapi mereka tidak berdiri untuk memuliakan dan mengagungkannya, ketika mereka melihat keengganan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan perbuatan tersebut. Jika hal ini tidak mereka lakukan pada saat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih hidup, lalu bagaimana hal tersebut bisa dilakukan oleh manusia setelah beliau meninggal dunia?.
Bid'ah ini, maksudnya adalah bid'ah maulid, terjadi setelah berlalunya  3 (tiga) kurun waktu yang terbaik (masa sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in). sesungguhnya Peringatan maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam telah menodai kesucian aqidah dan juga mengundang terjadinya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki dan wanita) serta menimbulkan perkara-perkara munkar yang lainnya.
Rujukan: Majmu' Fatawa dan Rasail Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin rahimahullah jilid 2 hal 298-300.

Jangan Salah Cara dalam Mencintai Nabi Kita!



Oleh: Badrul Tamam
Mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam termasuk ushul iman (pokok keimanan) yang bergandengan dengan cinta kepada Allah 'Azza wa Jalla. Allah telah menyebutkannya dalam satu ayat dengan menyertakan ancaman bagi orang yang lebih mendahulukan kecintaan kepada kerabat, harta, negara serta lainnya daripada cinta kepada keduanya.
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ
"Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik"." (QS. Al Taubah: 24)
Keimanan seorang muslim tidak akan sempurna kecuali dengan mencintai utusan Allah kepada mereka, yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan, tidak sah imannya kecuali dengan lebih menghormati kedudukan beliau daripada ayahnya, anaknya, dan orang telah berbuat baik dan membantunya. Siapa yang tidak memiliki aqidah seperti ini, maka bukan seorang mukmin.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian, sampai aku lebih ia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu Baththal, makna hadits ini adalah orang yang sempurna imannya pasti tahu bahwa hak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lebih utama baginya daripada hak bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia. Karena melalui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kita terselamatkan dari neraka dan diselamatkan dari kesesatan."
Bahkan, tidak sah imannya kecuali dengan lebih menghormati kedudukan beliau daripada ayahnya, anaknya, dan orang telah berbuat baik dan membantunya.
Siapa yang tidak memiliki aqidah seperti ini, maka bukan seorang mukmin.
Ketika Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menggambarkan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan  menempatkan posisi cintanya kepada beliau di bawah kecintaannya terhadap dirinya sendiri, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menafikan kesempurnaan imannya hingga dia menjadikan cintanya kepada beliau di atas segala-galanya.
Maka wajib mendahulukan dan mengutamakan kecintaan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam atas kecintaan kepada diri sendiri, anak, kerabat, keluarga, harta, dan tempat tinggal serta segala sesuatu yang sangat dicintai manusia.
Memang setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya sebagai pencinta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun klaim tersebut tidak akan bermanfaat jika tidak dibuktikan dengan ittiba’ (mengikuti sunnahnya), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya.
Al Qadli 'Iyadl rahimahullah, berkata: "di antara bentuk cinta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan menolong sunnahnya, membela syariahnya, berangan-angan hidup bersamanya, . . . "
Ibnu Rajab, dalam Fathul Bari Syarh Shahih al Bukhari, menyebutkan bahwa kecintaan bisa sempurna dengan ketaatan, sebagai firman Allah Ta'ala:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku." (QS. Ali Imran: 31)
Karenanya klaim cinta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak dapat diterima dengan sekadar memeringati hari kelahiran beliau. Namun, perilaku banyak menyimpang dan tidak sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Sejarah Peringatan Maulid Nabi
Dalam sejarah pun, motivasi orang-orang yang mula-mula melakukan peringatan maulid Nabi, yaitu pengikut mazhab Bathiniyyah tidak didasari rasa cinta kepada beliau, tapi untuk tujuan politis.
Pelopor pertama peringatan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah Bani Ubaid al-Qaddaah atau yang lebih dikenal dengan al-Fathimiyyun atau Bani Fathimiyyah pada pertengahan abad ke empat Hijriyah, setelah berhasil memindahkan dinasti Fathimiyah dari Maroko ke Mesir pada tahun 362 H.
. .  motivasi orang-orang yang mula-mula melakukan peringatan maulid Nabi, mazhab Bathiniyyah, tidak didasari rasa cinta kepada beliau, tapi untuk tujuan politis.
Perayaan maulid diadakan untuk menarik simpati masyarakat yang mayoritasnya berada dalam kondisi ekonomi yang sangat terpuruk untuk mendukung kekuasaannya dan masuk ke dalam mazhab bathiniyahnya yang sangat menyimpang dari akidah, bahkan bertentangan dengan Islam.
Pakar sejarah yang bernama Al Maqrizy menjelaskan bahwa begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun.
Beliau menyebutkan kurang lebih 25 perayaan yang rutin dilakukan setiap tahun dalam masa kekuasaannya, termasuk di antaranya adalah peringatan maulid Nabi. Tidak hanya perayaan-perayaan Islam tapi lebih parah lagi, mereka juga mengadakan peringatan hari raya orang-orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (tahun baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Khamisul ‘Adas (perayaan tiga hari sebelum Paskah).
Fakta sejarah peringatan maulid yang tidak ditemukan pada masa Nabi  shallallahu 'alaihi wasallam dan masa tiga generasi pertama Islam yang disebut sebagai generasi terbaik umat ini, menyebabkan banyak di antara ulama yang mengingkarinya dan memasukkannya ke dalam bid'ah haram.
Tak dipungkiri, di antara ulama ada yang menganggapnya sebagai bid'ah hasanah (inovasi yang baik), selama tidak dibarengi dengan kemungkaran. Pendapat ini diwakili antara lain oleh Ibnu Hajar al Atsqalani dan as-Suyuti. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah (bid’ah terpuji). Tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi keberadaannya membawa maslahat walaupun juga tidak lepas dari berbagai mudharat.
Keabsahan peringatan maulid Nabi bagi mereka disandarkan pada dalil umum yang tidak berhubungan langsung dengan titik permasalahan, sedangkan para ulama yang menentangnya membangun argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual yang tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al Quran dan al Sunnah, dan diperkuat dengan kaedah umum dalam ibadah yang menuntut adanya dalil spesifik yang menunjang disyariatkannya suatu ibadah.
Hujjah Pendukung Peringatan Maulid
Para pendukung maulid berusaha mencari dalil untuk melegitimasi bolehnya peringatan maulid tersebut, antara lain:
Pertama: Sikap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Puasa tersebut adalah ungkapan syukur kepada Allah 'Azza wa Jalla atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun menyerukan untuk berpuasa pada hari tersebut.
Peringatan maulid Nabi, menurut Ibn Hajar dan as-Suyuti merupakan ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ke muka bumi.
Hujjah ini ditolak oleh ulama lainnya. Mereka menganggapnya sebagai alasan yang dipaksakan, mengingat dasar suatu ibadah adalah adanya dalil yang memerintahkannya dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukan pada logika, analogi dan istihsan.
Puasa 'Asyura termasuk sunnah yang telah dipraktikkan dan diserukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sedangkan peringatan maulid tidak pernah dilakukan apalagi diserukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sebaliknya, beliau telah mewanti-wanti ummatnya dari membuat-buat bid'ah, seperti dalam sabdanya, "Jauhilah amalan yang tidak aku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah sesat." (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Benar bahwa kita dituntut untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan nikmat terbesar yang tercurah pada umat ini adalah diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai seorang rasul, bukan saat dilahirkannya. Karenanya, Al Qur'an menyebut pengutusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai nikmat,
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
"Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri." (QS. Ali Imran: 164).
Ayat ini sama sekali tidak menyinggung kelahiran beliau dan menyebutnya sebagai nikmat. Seandainya peringatan tersebut dibolehkan, seharusnya yang diperingati adalah hari ketika beliau dibangkitkan menjadi nabi, bukan hari kelahirannya. Lagi pula, status Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang mensyariatkan puasa Asyura' berbeda dengan status umatnya. Beliau adalah musyarri' (pembuat syariat), adapun umatnya hanya muttabi' (pengikut), sehingga tak dapat disamakan dan dianalogikan dengan beliau.
Dan sekiranya peringatan maulid merupakan bentuk syukur kepada Allah, tentu tiga generasi terbaik, serta para imam mazhab yang empat tidak ketinggalan untuk melakukan peringatan tersebut, sebab mereka adalah orang-orang yang pandai bersyukur, sangat cinta pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan sangat antusias mengerjakan berbagai kebaikan.
. . sekiranya peringatan maulid merupakan bentuk syukur kepada Allah, tentu tiga generasi terbaik, serta para imam mazhab yang empat tidak ketinggalan untuk melakukan peringatan tersebut, . .
Hal yang juga mengundang tanya, mengapa ungkapan rasa syukur, penghormatan dan pengagungan pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya sekali dalam setahun, 12 Rabi’ul Awwal saja? Bukankah bersyukur kepada Allah, mengagungkan dan mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dituntut setiap saat dengan menaati dan selalu ittiba’ pada sunnahnya?
Kedua: Nabi memeringati hari kelahirannya dengan berpuasa.
Sebagian beralasan dengan puasa seninnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang merupakan hari kelahirannya. Ketika beliau shallallahu 'alaihi wasallam ditanya mengenai puasa Senin, beliau pun menjawab, “Hari tersebut adalah hari kelahiranku, hari aku diangkat sebagai Rasul atau pertama kali aku menerima wahyu.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bolehnya memeringati hari kelahirannya.
Alasan ini juga tidak dapat diterima, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah puasa pada tanggal yang diklaim sebagai kelahirannya, 12 Rabi'ul Awwal. Yang beliau lakukan adalah puasa pada hari Senin. Seharusnya kalau ingin mengenang hari kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan dalil di atas, maka perayaan maulid diadakan tiap pekan, bukan sekali setahun.
Selain itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga tidak berpuasa hanya pada hari Senin setiap pekan, tapi juga hari Kamis. Alasan beliau, "Keseluruhan amalan diperhadapkan kepada Allah pada hari Senin dan Kamis sehingga aku senang amalanku diperhadapkan kepada Allah sedang aku dalam keadaan berpuasa." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).
Sehingga berdalih dengan puasa Senin tanpa hari Kamis termasuk pemaksaan dan dibuat-buat. Dan kalau alasan tersebut dapat diterima, mestinya peringatannya dilakukan dalam bentuk puasa, bukan berfoya-foya dan makan-makan.
Ketiga: Peringatan maulid Nabi dianggap sebagai bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). Anggapan ini lahir dari klasifikasi sebagian ulama terhadap bid'ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (jelek) atau dhalalah (sesat).
Alasan ini dibantah oleh sebagian ulama bahwa peringatan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak dapat diterima sebagai bid'ah hasanah, karena dalam hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak dikenal sama sekali adanya bid’ah hasanah. Bahkan yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan diyakini oleh sahabat adalah setiap bid’ah sesat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim).
Ibnu Mas’ud radliyallah 'anhu berkata,  “Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (HR. ath-Thabrani dan al Haitsami).
Abdullah bin ‘Umar radliyallah 'anhu menyatakan, “Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Al Ibanah al Kubra libni Baththah, 1/219).
Keempat: Peringatan Maulid merupakan salah satu sarana untuk lebih mengenal sosok Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang pentingnya mengenal sosok Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Hanya saja, sebagian di antara mereka tidak menerima suatu bid'ah dipoles menjadi sarana kebaikan, karena tujuan yang baik tidak dapat dijadikan alasan untuk menghalalkan segala cara. Lagi pula, mengenal sosok beliau tidaklah pantas dibatasi oleh bulan atau tanggal tertentu. Jika ia dibatasi oleh waktu tertentu, apalagi dengan cara tertentu pula, maka sudah masuk ke dalam lingkup bid’ah. Lebih dari itu, upaya mengenal sosok beliau lewat peringatan maulid merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang Nashrani yang merayakan kelahiran Nabi Isa 'alaihis salam melalui natalan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ, فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud serta dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
. . upaya mengenal sosok beliau lewat peringatan maulid merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang Nashrani yang merayakan kelahiran Nabi Isa 'alaihis salam melalui natalan.
Mengenal sosok Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan membaca dan mengkaji sirah, biografi dan sunnah beliau seharusnya dilakukan sepanjang waktu, sebagaimana para sahabat mengajarkannya kepada anak-anak mereka setiap waktu.
Seharusnya cinta Nabi dibuktikan dengan meneladani dan mengikuti sunnah-sunnah beliau, bukan dengan menyelisihi perintah atau melakukan sesuatu yang tidak ada tuntunannya.
Wallahu A’laa wa A’lamu bis-shawab
(PurWD/voa-islam)
Referensi:
1.    Fathul Baari, Ibnu Rajab al Hambali
2.    Fathul Bari, Ibnu al Hajar al 'Ashqalani
3.    Bulughul Maram, Ibnu al Hajar al 'Asqalani
4.    Syarh Shahih Muslim, Imam an Nawawi,
5.    Antara Cinta Rasul dan Maulid Nabi, Ustadz Abu Yahya Salahuddin Guntung, Lc.
6.    Tafsir al Qur'an al 'Adzim, Abu al Fida' Ibnu Katsir



Jumat, 25 Februari 2011

Cerita Fakta Yahudi-Yahudi Nyelene


sabtu 26/2/2011
Meskipun banyak mendapat kritik tajam dalam al-Quran, ada saja diantara kaum Yahudi yang nyeleneh. Ia tidak seperti Yahudi kebanyakan. Di masa Rasulullah SAW, ada Abdullah bin Salam dan Mukhairiq, dua orang pemuka Yahudi yang akhirnya menerima kebenaran Islam. Namun, keduanya menjadi bahan olok-olokan oleh kaumnya. Mukhairiq bahkan akhirnya gugur sebagai syuhada dalam Parang Uhud.

Di masa modern ini, ada juga sejumlah Yahudi yang nyeleneh. Di antara mereka ada yang masuk Islam dan menjadi cendekiawan Muslim yang hebat. Ada juga yang belum sampai masuk Islam. Tapi, memberikan kritik-kritik yang keras terhadap ajaran agama Yahudi dan kekejaman negara Israel. Salah satu tokoh Yahudi jenis yang kedua adalah Prof. Dr. Israel Shahak, seorang pakar biokimia dari Hebrew University

Prof. Dr. Israel Shahak memang bukan Yahudi biasa. Dia tidak seperti sebagaimana kebanyakan Yahudi lainnya, yang mendukung atau hanya bengong saja menyaksikan kejahatan kaumnya. Suatu ketika, saat dia berada di Jerusalem, pakar biokimia dari Hebrew University ini menjumpai kasus yang mengubah pikiran dan jalan hidupnya. Saat itu, hari Sabtu (Sabath) Shahak berusaha meminjam telepon seorang Yahudi untuk memanggil ambulan, demi menolong seorang non-Yahudi yang sedang dalam kondisi kritis.

Di luar dugaannya, si Yahudi menolak meminjamkan teleponnya. Orang non-Yahudi itu pun akhirnya tidak tertolong lagi. Prof. Shahak kemudian membawa kasus ini ke Dewan Rabbi Yahudi – semacam majlis ulama Yahudi – di Jerusalem. Dia menanyakan, apakah menurut agama Yahudi, tindakan si Yahudi yang tidak mau menyelamatkan orang non-Yahudi itu dapat dibenarkan oleh agama Yahudi. Lagi-lagi, Prof. Shahak terperangah. Dewan Rabbi Yahudi di Jerusalem (The Rabbinical Court of Jerusalem) menyetujui tindakan si Yahudi yang mengantarkan orang non-Yahudi ke ujung maut. Bahkan, itu dikatakan sebagai ”tindakan yang mulia”. Prof. Shahak menulis: ”The answered that the Jew in question had behaved correctly indeed piously.” 

Kasus itulah yang mengantarkan Prof. Shahak untuk melakukan pengkajian lebih jauh tentang agama Yahudi dan realitas negara Israel. Hasilnya, keluar sebuah buku berjudul  Jewish History, Jewish Religion (London: Pluto Press, 1994). Dalam penelitiannya, ia  mendapati betapa rasialisnya  agama Yahudi dan juga negara Yahudi (Israel). Karena itulah, dia sampai pada kesimpulan, bahwa negara Israel memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia. Katanya, “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond.” 

Sebagai satu ”negara Yahudi” (a Jewish state), negara Israel adalah milik eksklusif bagi setiap orang yang dikategorikan sebagai ”Jewish”, tidak peduli dimana pun ia berada. Shahak menulis: “Israel ’belongs’ to persons who are defined bu the Israeli authorities as ‘Jewish’,   irrespective of where they live, and to them alone.” Shahak menggugat, kenapa yang dipersoalkan hanya orang-orang yang bersikap anti-Yahudi. Sementara realitas pemikiran dan sikap Yahudi yang sangat diskriminatif terhadap bangsa lain justru diabaikan.

Kaum Yahudi, misalnya, dilarang memberikan pertolongan kepada orang non-Yahudi yang berada dalam bahaya. Cendekiawan besar Yahudi, Maimonides, memberikan komentar terhadap salah satu ayat Kitab Talmud: “It is forbidden to save them if they are at the point of death; if, for example, one of them is seen falling into the sea, he should not be rescued.” Jadi, kata Maimonides, adalah terlarang untuk menolong orang non-Yahudi yang berada di ambang kematian. Jika, misalnya, ada orang non-Yahudi yang tenggelam di laut, maka dia tidak perlu ditolong. Israel Shahak juga menunjukkan keanehan ajaran agama Yahudi yang menerapkan diskriminasi terhadap kasus perzinahan. Jika ada laki-laki Yahudi yang berzina dengan wanita non-Yahudi, maka wanita itulah yang dihukum mati, bukan laki-laki Yahudi, meskipun wanita itu diperkosa.

Tidak banyak orang Yahudi yang berani bersuara keras terhadap agama dan negaranya, seperti halnya Prof. Israel Shahak, sehingga dia memang bisa dikategorikan Yahudi yang nyeleneh.
Yahudi lain yang nyeleneh, bahkan kemudian menjadi seorang Muslim yang hebat adalah Margareth Marcus. Ia seorang Yahudi Amerika yang sangat tekun dalam mempelajari berbagai agama dan pemikiran-pemikiran modern. Akhirnya, sinar hidayah datang  padanya, dan mengantarkannya menjadi seorang Muslimah. Ia kemudian berganti nama menjadi Maryam Jameela. Sejak remaja, Margareth Marcus sudah berbeda dengan kebanyakan teman sebayanya. Dia sama sekali tidak menyentuh rokok atau minuman keras. Pesta-pesta dan dansa-dansa pun dia jauhi. Ia hanya tertarik dengan buku dan perpustakaan.

Ia bercerita tentang kisah ketertarikannya kepada Islam. Pada tahun kedua di Universitas New York, Margareth mengikuti mata kuliah tentang Yudaisme dan Islam. Dosennya seorang rabbi Yahudi. Pada setiap kuliah, sang dosen selalu menjelaskan, bahwa segala yang baik dalam Islam sebenarnya diambil dari Perjanjian Lama (Bibel Yahudi), Talmud, dan Midrash. Kuliah itu juga diselingi pemutaran film dan slide propaganda Zionis. Tapi, kuliah yang menyudutkan Islam itu justru berdampak sebaliknya bagi Margareth. Dia justru semakin melihat kekeliruan ajaran Yahudi dan semakin tertarik dengan Islam.
Margareth Marcus kemudian memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Dalam salah satu tulisannya, Margareth menulis: ”… saya percaya bahwa Islam adalah jalan hidup yang unggul dan merupakan satu-satunya jalan menuju kebenaran.”  Namun, Margareth mengaku keheranan, banyak orang Islam sendiri yang tidak meyakini keunggulan Islam. Ia menulis tentang hal ini: ”Berkali-kali saya bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Islam yang belajar pada universitas-universitas di New York yang berusaha meyakinkan saya bahwa Kemal Attaturk adalah orang Islam yang baik, dan bahwa Islam harus menerima kriteria filsafat kontemporer, sehingga bila ada akidah Islam dan periabadatannya yang menyimpang dari kebudayaan Barat modern, maka hal itu harus dicampakkan. Pemikiran demikian dipuji sebagai ”liberal”, ”berpandangan ke depan”, dan ”progresif”. Sedang orang-orang yang berpikiran seperti kita dicap sebagai ”reaksioner dan fanatik”, yakni orang-orang yang menolak untuk menghadapi kenyataan masa kini.”

Sebelum resmi menyatakan diri sebagai Muslimah, Margareth Marcus telah menulis berbagai artikel yang membela Islam di sejumlah jurnal internasional. Ia dengan tegas memberikan kritik-kritiknya terhadap paham-paham modern. Dalam suratnya kepada Maududi, 5 Desember 1960, ia  menulis:
”Pada tahun lalu saya telah berketetapan hati untuk membaktikan kehidupan saya guna berjuang melawan filsafat-filsafat materialistik, sekularisme, dan nasionalisme yang sekarang masih merajalela di dunia. Aliran-aliran tersebut tidak hanya mengancam kehidupan Islam saja, tetapi juga mengancam seluruh umat manusia.”
Setelah masuk Islam, Margareth kemudian memilih untuk berhijrah ke Pakistan, setelah mendapat izin dari kedua orang tuanya. Maryam Jameela pun termasuk sedikit diantara kaum Yahudi yang memiliki sikap kejujuran dan keberanian untuk menerima Islam. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah beberapa kaum Yahudi yang nyeleneh tersebut.(dari majalah arrisalah...........egi..)

Kamis, 14 Oktober 2010

JIL yang laknatullah

Pemikiran liberal yang umum disebarkan antara lain:

• Semua agama benar.

• Tidak ada kebenaran mutlak (Kebenaran adalah relatif).

• Syariah Islam tidak layak diterapkan.

• Al-Quran adalah hasil budaya Arab.

• Ajaran Islam menindas perempuan.

• Boleh menikah beda agama.

• Boleh menikah sesama jenis.

• Pemisahan agama dari negara

• Kebebasan beragama secara mutlak.

• Islam harus disesuaikan dengan zaman.

• Dll. []


Jumat, 08 Oktober 2010

KONFIGURASI IRAN SYIAH DAN YAHUDI

Beberapa hal tentang hubungan baik antara yahudi dan iran yang perlu anda ketahui dan saya copy faste dari rekan di ERA MUSLIM......Pertama, adalah satu fakta jika CIA hampir selalu terlibat dalam berbagai kudeta dan pergantian pemimpin di seluruh dunia. Dalam soalan Khomeini yang dikabarkan “memimpin” revolusi dari persembunyiannya di Perancis, sulit untuk mengatakan jika CIA tidak terlibat di dalamnya, karena Perancis dengan Amerika itu sesungguhnya satu blok, satu koalisi, dalam menciptakan The New World Order sejak lama. Sebab itu, sedikit banyak CIA pasti terlibat di dalamnya. Dalam masa kekuasaannya, Iran ternyata juga pernah bermesraan dengan Amerika yang dilakukan dengan diam-diam seperti halnya kasus Iran-Contra. Di sini CIA tentu bermain.

Kedua, penguasa Iran lebih mesra kepada Yahudi ketimbang umat Islam Sunni. Saya pernah berdiskusi dengan salah satu aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) dari ormas NU di Jawa Tengah beberapa tahun lalu yang pernah diundang oleh Kedubes Iran di Indonesia untuk mengunjungi Teheran, ibukota Iran. Dia bilang jika adalah fakta jika di Teheran, tidak ada satu pun masjid kaum sunni yang boleh berdiri, namun jumlah sinagog—rumah ibadat Yahudi—di Teheran ada lebih dari angka 45 buah.

Jika dilihat dari pemberitaan, “memanasnya” hubungan AS dengan Iran karena soal Nuklir itu sudah berjalan lama. Namun saya juga heran kenapa AS terlihat sangat lunak dan diluar kebiasaannya, memilih jalan diplomasi bagi Iran. Padahal terhadap negara-negara Islam lain yang ancamannya lebih kecil ketimbang Iran, misal Irak dan Afghanistan, Amerika sama sekali tidak mau berkompromi.

Bertahun-tahun AS dan Iran seakan terlibat “perang opini” namun hanya sebatas itu. Saya takut jangan-jangan ini hanya sebuah permainan diplomatik tingkat tinggi agar umat Islam dunia menjadikan Iran sebagai Ikon Perlawanan terhadap AS. Sebuah ikon jadi-jadian, tentunya.

Kedekatan Syiah dengan Yahudi sebenarnya sudah lama terjadi dalam sejarah. Bahkan pendiri Syiah, Abdulah bin Saba, merupakan seorang Yahudi dari Yaman. Dalam perang salib, kerjasama antara Syiah dengan pasukan salib juga terjadi. Alkisah, ketika Paus Urbanus II menggelorakan perang salib di Eropa, ketika pasukan-pasukan salib tengah direkrut di Eropa sebelum memulai perjalanan untuk merebut Yerusalem, pasukan Syiah Fatimiyah terlebih dahulu menyerang Yerusalem dan membantai umat Islam sunni Dinasti Abbasiyah yang menguasai kota suci itu. Yerusalem jatuh ke tangan Syiah Fathmiyah setahun sebelum kedatangan tentara salib pada tahun 1099.

Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab di University of Edinburgh, dalam bukunya yang tebal berjudul “Perang Salib: Sudut Pandang Islam” (1999, mendapat ‘The King Faisal International Prize for Islamic Studies’) menuliskan hal itu. Menurut Hillenbrand, pasukan Syiah Fathimiyah sesungguhnya telah bekerjasama merebut Yerusalem dari tangan Dinasti Abbasiyah yang sunni, dan pertempuran yang terjadi tatkala pasukan salib pimpinan Godfroi de Bouillon mendatangi gerbang Yerusalem tahun 1099 sebenarnya hanya berada di tingkat akar rumput saja guna menghilangkan aroma konspirasi tingkat tinggi itu.

Ketiga, tentang pertautan garis keras syiah Iran dengan komunis Rusia dan juga Cina, bisa saja terjadi. Dalam “pergaulan” tingkat tinggi, isme-isme selain Islam sesungguhnya merupakan ciptaan mereka juga. Revolusi Bolsyewik yang dipimpin Lenin-Stalin ternyata juga didanai oleh Yahudi dan Amerika. Kakeknya George W Bush terlibat dalam hal ini. Jadi, baik Marxis maupun kapitalisme sebenarnya memiliki induk yang sama, yakni Yahudi.

Adalah misi Yahudi menghancurkan semua agama langit. Dahulu kala, para pengikut Musa a.s. dibuat sesat oleh seorang Yahudi bernama Samiri dan membuang taurat Musa dan menggantinya dengan Talmud yang berasal dari keyakinan ilmu sihir Mesir kuno bernama Kabbalah, semua nabi Allah Swt mereka musuhi dan perangi. Suatu masa Allah Swt menurunkan Nabi Isa a.s. untuk mengembalikan umat Musa a.s. dengan tauratnya, namun para pendeta Yahudi bernama Sanhendrin memusuhinya dan mereka mengirim Paulus—Yahudi dari Tarsus—untuk membelokkan ajaran Nabi Isa a.s. menjadi seperti yang sekarang.

Mereka juga hendak menghancurkan Islam dengan menyusupkan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi dari Yaman. Sebelum kedatangan Abdullah bin Saba, Islam hanyalah Islam, tidak dikenal adanya terminologi Sunni dan syiah. Namun karena penyusupan Yahudi ini maka Islam seolah sekarang ada dua kelompok besar, Sunni dan syiah. Padahal ini salah. Islam adalah Islam dan di luar itu bukan Islam.

Mungkin ini saja uraian dari saya. Wallahu’alam bishawab. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.